KODE Dfp 1 Balada Anin-Afif, Tak Bisa Daftar UN Dapat Kado Puisi Solidaritas | Viral Zaman Now

Balada Anin-Afif, Tak Bisa Daftar UN Dapat Kado Puisi Solidaritas

KODE 200x200
KODE 336x320 atau in artikel

Tepat pada awal bulan ini, Anindya Helga yang dikeluarkan sepihak dari SMA Negeri 1 Semarang mendaftar ujian nasional. Ia datang ke SMAN 1 Semarang, Jawa Tengah, dengan mengendarai sepeda motor.
Tiba di sekolah, teman-teman Anin kelihatan bergembira bisa bertemu Anin. Bahkan, banyak yang meledek dan mengajaknya bercanda.
"Pada bilang, wah sekarang jadi artis," ucap Anin, Kamis, 1 Maret 2018.
Kegembiraan itu sebagaimana kesedihan, biasanya akan menular. Lantaran itulah, kawan-kawan sekolah Anin mencoba menularkan kegembiraan pada Anin. Hanya saja, ketidakjelasan nasibnya membuat wajah Anin tetap datar.
"Aku di kelas cuma 20 menit. Terus dipanggil BK (guru bimbingan konseling) dan ngobroldi depan kelas 15 menit," katanya.
Anin dipanggil guru BK dan diajak ke ruang Wakil Kepala Sekolah. Ternyata sudah ada Afif. Rupanya Wakil Kepala Sekolah tak menghendaki mereka berembuk bareng, sehingga Anin dipindah ke ruang BK.
"Muter-muter ke ruang-ruang lain. Sepanjang jalan-jalan itu saya dimotivasi," kata Anin.
Baru kemudian Anin diajak bertemu orang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Di situlah Anin mulai merasa jelas apa maksud dia dibawa berkeliling.
"Mereka langsung menyodorkan pilihan, saya mau ke sekolah mana. Dan orang Dinas memberi nomor handphone, Pak Sugeng Alal namanya," kata Anin kepada Liputan6.com.
Alal memberikan nomor handphone agar ketika Anin sudah memiliki pilihan bisa langsung menghubungi dan difasilitasi. Kali ini ada tawaran lain, Anin ditawari masuk ke SMA Negeri 2 Semarang.
"Tapi saya tetap tidak mau pindah," ujar Anin.
Anin mengaku, untuk mendinginkan hatinya ia berwudu dan salat Duha. Cukup lama ia berzikir seusai salat. Sampai tak sadar sudah ada Teguh Prasetyo, guru BK yang menunggunya untuk mengajak ngobrol dengan Anin.
"Dia bilang, katanya saya sudah berkenan untuk pindah. Saya kaget, karena saya dan keluarga tidak pernah mengiyakan," kata Anin.
Usai mengobrol itulah Anin diajak ke ruang Wakil Kepala Sekolah. Dia sudah ditunggu para wakil kepala sekolah dan guru-guru. Sampai di sini harapan Anin membuncah.
"Tapi muter-muter, dan para waka juga guru mengulur-ulur waktu. Maksudku kalau tidak ada kepastian saya mau pulang," tutur Anin.
Bagaimana dengan pendaftarannya mengikuti Ujian Nasional?
Anin mengaku sudah mencoba mendaftar ke SMA Negeri 1 Semarang. Ia menerima penjelasan yang bertolak belakang dengan penjelasan dari Dinas Pendidikan.
"Saya tanya ke sekolah, katanya yang berwenang menentukan nasib saya di Ujian Nasional itu Dinas Pendidikan. Tapi, ketika saya tanya ke Dinas Pendidikan, mereka menjawab bahwa sekolah yang memiliki wewenang itu," kata Anin.
Anin merasa dipingpong. Ia tak mendapat kejelasan. Padahal, Kamis, 1 Maret 2018, adalah hari terakhir pendaftaran UN. Kedatangannya sejak pagi sia-sia.
"Semua mengulur waktu. Padahal ini hari terakhir pendaftaran. Saya pengin marah. Tapi, saya tidak diajari jadi pemarah. Lebih baik jadi peramah," kata Anin.
Anin pamit. Bukan putus asa. Hanya untuk mencegah marah saja. Hingga ia mengaku harus menjemput adiknya. Anin keluar dari SMA Negeri 1 Semarang.

Puisi untuk Anin-Afif


Hal serupa menimpa Mochammad Afif Asror. Ia dipaksa mengundurkan diri dan pindah ke SMAN 13 Semarang. Afif tidak mau. Akhirnya keluarganya juga didesak.
"Ada yang bilang kasus ini bisa dibawa ke polisi. Saya dan keluarga akhirnya menawar kalau dipindah, saya hanya mau ke SMA 6, bukan SMA 13," kata Afif.
Melihat Afif lebih kompromis, SMA Negeri 1 Semarang bersama Dinas Pendidikan Jawa Tengah berjanji mengupayakan. Meski demikian, menurut pihak SMA Negeri 1, namanya sudah terlanjur terdaftar di SMAN 13 Semarang.
"Tapi tidak tahulah mana yang benar. Penjelasan dari sekolah dan dinas banyak yang berbeda," kata Afif.

Kedatangan Afif dan Anin untuk mendaftar ujian membuat teman-temannya menyambut gembira. Bahkan, ada yang kemudian membuat grafis puisi dengan latar belakang foto kepala sekolah lama, Kastri. Setelah dicetak, puisi itu ditempel di beberapa dinding sudut sekolah. Namun tak berapa lama langsung dicopot guru.
Bu kami rindu / Kata Dilan, rindu itu berat, tapi kami benar-benar rindu// Rindu dengan suasana yang dulu / zaman di mana kami berjaya / berdiri teguh pada pendirian dan selalu menampakkan solidaritasnya tatkala seekor gagak datang //
Kami merasakan perbedaan mungkin baik atau buruk / Tapi entahlah, semoga semua itu fiktif belaka // Namun kejadian ini bukan fiktif / hanya saja sebuah fakta yang direkayasa telah mengubah semua yang ada / semua rakyat pun terheran-heran // Kami sekarang hanya bisa pasrah / tak tahu harus bagaimana / begini salah begitu salah // Ya sudahlah / semoga lekas sembuh pikirannya // Wallahua'lam//.
Tragedi Siswa SMAN 1 Semarang, Tugas OSIS Berujung Pemecatan dari Sekolah

Seorang siswi SMA Negeri 1 Semarang, Anindya Puspita Helga Nur Fadhil, selama ini dikenal sebagai sosok yang aktif dan berprestasi. Karena itu, ia ditugaskan untuk memberi materi kegiatan Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS) dan masuk kepengurusan OSIS.
Setelah menjalankan tugas sebagai pemateri, Anin tak lagi dianggap sebagai siswa SMAN 1 Semarang. Ia dikeluarkan terhitung mulai 6 Februari 2018 dan tak lagi berhak menyandang status siswa SMA Negeri 1 Semarang.
Kepada Liputan6.com, Anin mengisahkan peristiwa yang dialaminya diawali dengan menghela nafas panjang. Menurut Anin, tidak biasanya LKS yang selalu dilaksanakan selama dua minggu harus dipadatkan menjadi lima hari saja. LKS adalah agenda tahunan yang digelar OSIS di sekolahnya
"Konsekuensinya, agenda menjadi sangat padat," kata Anin, Senin, 26 Februari 2018.
Usai LKS, agenda pelatihan dilanjutkan dengan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) pada akhir Desember sampai Januari awal. Lagi-lagi Anin dan panitia harus menggubah jurus untuk memadatkan materi. Tentu dengan materi yang penuh pertimbangan dan mengukur kemampuan peserta.
Pelatihan selesai dan semua selesai. Tinggal badan yang masih penat karena kegiatan yang sangat padat itu.
Belum hilang rasa penat, tiba-tiba tiga orangtua siswa berinisial BT, KR dan NT menghadap Kepala SMA Negeri 1 Semarang. Mereka melaporkan adanya perisakan dan kekerasan yang menimpa anak-anak mereka.
Para orangtua itu memaksa sekolah merazia seluruh ponsel pengurus OSIS. Ponsel Anin ikut diperiksa.
Hasilnya, ada rekaman video kegiatan LDK. Dalam rekaman video itu pula, ada yang dianggap berlebihan dan manifestasi tindak kekerasan.
"Sesungguhnya yang terjadi adalah adu argumentasi saat pembekalan LDK," kata Anin.
Sebagaimana perlakuan yang ia terima dulu, panitia mengambil tindakan pendisiplinan terhadap juniornya karena berbuat suatu kesalahan. Akhirnya, panitia menawarkan sanksi apa yang diminta untuk menebus kesalahannya.
"Nah, junior itu yang meminta untuk ditampar. Ingat ya, ini pendisiplinan dan kami menawarkan sanksi apa, dia yang minta. Akhirnya, saya pura-pura menampar, padahal cuma saya puk-puk. Juga junior itu tidak merasa sakit," kata Anin.
Anin mengaku kaget ketika 5 Februari 2018 mendapat surat panggilan untuk orangtuanya. Orangtua Anin tiba di sekolah pukul 09.00 WIB. Anin sendiri dipanggil setelah lewat jam 09.00.
"Ternyata saat itu pula saya diminta untuk mengundurkan diri. Sempat ditawari, persoalan ini akan diselesaikan di dalam atau di luar, di dalam maksudnya adalah dengan cara mengundurkan diri, secara luar berarti dikeluarkan. Prinsipnya sama, saya enggak boleh sekolah di SMAN 1 lagi," katanya.
Kisah berlanjut karena bukan hanya Anin yang dipersilakan keluar dari SMAN 1 Semarang. Pada 7 Februari 2018, teman Anin sesama panitia dan pembina LDK, Muhammad Afif Ashor juga mendapat perlakuan sama. Kebetulan yang ada di rekaman video hanya dua siswa itu.
Anin merasa tidak bersalah dan hanya menjalankan tugas sekolah dalam LKS. Karenanya, ia tetap berangkat sekolah. Namun, pada 7 Februari 2018, tiba-tiba Anin diusir dan dilarang bersekolah lagi di SMAN 1 Semarang. Alasannya karena sudah dikeluarkan.
Kode 300 x 250
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
Kode DFP2
Kode DFP2